Rabu, 17 September 2014

Cintai Allah di Atas Segalanya


Tausyiah @aagym
Assalamualaikum W.Wb.  DOWNLOAD MP3

Subhanallah walhamdulillah walaillahaillah allahuakhbar. La haulawalaquwata'illabillahil `aliyil adzim. Allahumma Salli Ala Sayyidina Muhammad wa 'ala alihi washohbihi ajmain. Ya Allah… Ya muqallibal qulub tsabbit qolbi 'ala dinik. Allahumma nawwir quluubana binuuri hidayatik, kama nawwartal Ardha binurisy syamsik, abadan, abada birahmatika ya Arhamar Rahimin. Allahummaftahlana hikmataka wansyur ‘alaina rahmataka Ya zaljalali wal ikram. La ilaha illa anta subhanaka, inna kunna minadzolimin. Amin ya Allah Robbal alamin.

Allah pasti sedang Menatap kita. Pasti. Mendengarkan setiap suara, setiap suara, setiap bisikan hati. Alloh pasti Mengetahui apa yang ada di lubuk hati kita yang paling tersembunyi, paling dalam. Tentu saja Alloh sangat Mengetahui siapa yang mendominasi hati kita. Maka dia ataukah makhluk ataukah benda, mudah-mudahan Alloh yang Mengumpulkan kita benar-benar Menolong kita untuk membersihkan dari Illah-Illah, Tuhan-Tuhan yang lain yang ada di hati kita.


Terjemahan Surat At Taubah ayat 24

“Qul in kaana aabaaukum wa-abnaaukum wa-ikhwaanukum wa-azwaajukum wa'asyiiratukum wa-amwaalun iqtaraftumuuhaa watijaaratun takhsyawna kasaadahaa wamasaakinu tardhawnahaa ahabba ilaykum mina allaahi warasuulihi, wajihaadin fii sabiilihi, fatarabbashuu hattaa ya’tiya allaahu bi-amrihi. Waallaahu laa yahdii alqawma alfaasiqiina”

Artinya:
“Katakanlah, jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isteri (pasangan)mu, kaum keluargamu, harta (kekayaan) yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih kamu cintai daripada Alloh dan rasulnya dan dari jihad di jalannya, maka tunggulah sampai Alloh Mendatangkan keputusannya. Dan Alloh tidak Memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

Ini adalah peringatan yang luar biasa tegasnya. Kita harus waspada dengan ayat ini. Karena kita akan benar-benar memikul masalah kalau hati kita dipenuhi oleh cinta kepada makhluk dan benda yang membuat Alloh terkalahkan di hati.

Kalau Sudah Cinta ke Alloh, Sikapnya jadi Tepat
Cinta ke makhluk, cinta ke benda sampai mengalahkan daripada cinta kepada Alloh dan cinta kepada Rosul dan juga cinta kepada berjuang. Cinta (adalah) karunia Alloh. Tetapi kalau lebih dari kadar yang Alloh ijinkan, sudah nafsu (namanya). Kalau orang sudah cinta, dia akan mendominasi. Mungkin sodara (pernah) dengar di radio, seorang suami yang mencintai game online. Pulang kantor, ke warnet. Tidak peduli isterinya, tidak peduli anaknya yang baru berumur tiga tahun. Berangkat ke kantor dari warnet. Uang lebih banyak keluar untuk game online.

Kalau orang sudah mencintai sesuatu selain Alloh, cenderung tidak normal. Tidak akan adil. Mencintai apa saja. Kalo Alloh yang kita cintai, Alloh akan akan Menempatkan cinta ke makhluk dengan tepat, jadi normal. Rasululloh sangat cinta kepada Alloh. Rosul bersikap tepat kepada isteri-isterinya. Rosul bersikap tepat ke keluarganya, kepada harta. Semuanya tepat. Karena hati dipenuhi Alloh, Alloh, Alloh yang menempatkan dengan tepat. Nah, kalau kita, (hati) dipenuhi oleh orang yang kita cintai, Allohnya sisa, jadi masalah dan tidak bahagia.

Hati-hati, sodara yang dilahirkan oleh orang tua yang darahnya merah tapi biru (kaya). Merasa anak bangsawan, anak pejabat, anak orang kaya, anak orang terkenal, sehingga merasa jabatan bapaknya, kekayaan orang tuanya, adalah jalan kemudahan, jalan kemuliaan, jalan kesuksesan. Lebih bergantung dan bersandar kepada orang tua, daripada kepada Alloh. Ini mudah Diatur oleh Alloh menjadi aib, kalo Alloh mau. Atau menjadi jalan menjadi kita untuk susah. Kalo sudah mencintai anak melebihi kadar, tidak peduli anak benar atau salah, tapi dibela.

Padahal Rasululloh, kalau Fatimah mencuri, tetap saja yang ditegakkan hukum Alloh, potong tangan. Tapi ada beberapa di antara kita, maaf, kemarin ada anaknya menjelang menikah, ternyata batal. Dari salah satu suku. Merasa terhina, kemudian siap-siap menuntut balas. Kenapa? Karena jauh dipenuhi dengan cinta ke anak daripada cinta ke Alloh. Kalo dia sudah cinta ke Alloh, ini anak bukan miliknya, ini anak milik Alloh. Yang paling Tahu jodoh terbaik buat anaknya adalah Alloh, bukan dirinya. Dibatalkan nikah walaupun sudah membuat surat undangan sama sekali bukan petaka. Karena Alloh akan memilihkan yang terbaik. Tidak akan berbuat dzolim. Kalau kembali ke Alloh, nggak ada dzolim. Tapi kalau kembali kepada cinta anak, cinta kehormatan, jadi dzolim. Benarkah hadirin?

Kenal Alloh, Bisnis Ngak ada Masalah
(Pembahasan selanjutnya): Jabatan, bagi para pecinta harta, dari bagun tidur sampai (mau) tidur tuh otaknya harta saja. Dia mau ngobrol, pasti omongan ternikmat adalah uang. Pergaulannya uang. Kalau ada yang menguntungkan, dia datengin. Kalau yang tidak menguntungkan, tidak didatengin. Dia bisa bertengkar karena uang. Dan menganggap, isterinya pun akan bahagia dengan uang. Anak juga asanya dicukupi dengan uang. Kalo ketemu anak lebih seneng, “Nih, uang. Beli handphone, beli motor. Beli komputer.” Dia rasanya akan aman, akan bahagia dengan uang. Tidak… pasti tidak bener tuh.

Orang yang cinta uang, capek! Dan menganggap uanglah sumber kemuliaan. Jadi hatinya, perilakunya, pikirannya penuh dengan uang, uang, uang. Tapi bagi yang mengenal Alloh, bisnis nggak ada masalah. Orang yang bisnisnya karena Alloh, nggak pernah lihat saingan. Siapa saingan? Memangnya Alloh bingung Memberi rizki (pada) hambanya? Tapi bagi yang pecinta uang, bisnis (ada) saingan, panas! Takut itu laku, ini maju (jadi) sakit hati, ada kepuasan ketika orang jatuh. Tegang, cemas. Karena memang hatinya bukan dipenuhi oleh Alloh. Tapi bagi yang hatinya dipenuhi oleh Alloh, bisnis mah cuma ibadah. Rejeki mah Alloh yang Ngatur. Benar? Ini ada (orang lain) buka (yang membangun usaha di) sebelah (tempat usaha kita), nggak apa-apa. Memangnya Alloh jadi pelit gara-gara sebelah bikin toko? “Tapi gimana A’, bensin mau naik”. Memangnya dulu (waktu harga) bensin naik, orang-orang Indonesia pada meninggal? (Pada) biasa-biasa saja. Iya kan?

Hati Dipenuhi Pasangan, Tidak Normal Kehidupannya
(Pembahasan selanjutnya): Pasangan. Ini (menunjuk ke jamaah) sudah pada menikah, belom? Saya anjurkan, periksa nih bagi yang rumah tangganya merasa tidak bahagia. Kalau hati sudah dipenuhi oleh pasangan, jadi tidak normal kehidupannya. Cirinya adalah sering SMS, sering BBM: “Kamu lagi apa, say?” “Masak apa” “Di mana?” “Pergi sama siapa? Jangan lama-lama. Ayo cepat pulang.” Teruuus aja. Orang yang makin cinta, itu perilakunya cenderung nggak proporsional. Segala ditanyain dan capek itu. Padahal, anak aja yang nggak di-SMS-in, beres tuh kehidupannya. Ya? Kenapa isteri dan suaminya di-SMS terus? Udahalah. Isteri yang sangat cinta ke suami, sehingga Allohnya dikiit (kadar cintanya). Maka suami lagi, suami yang mendominasi siang dan malam. Pagi, sore. Bangun tidur, mau tidur. Udah, jadi tuh. Nggak bahagia. “Ayo, itu SMS dari siapa? Sini, mana hapenya”. Sudah, titipkan ke Alloh saja. “Ya Alloh, saya tidak tahu suami saya di mana. tapi Engkau Tahu. Udah sama-sama baligh. Masing-masing memikul sendiri (tanggung jawabnya). Bisa saya baru segini. Ampuni jika saya belum bisa menjadi pasangan yang benar.” Banyak tobat. Itu lebih ringan daripada segala ingin tahu, segala ingin meriksa.

(Pas di akhir sholat, salam), Assalamualaikum wr.wb (Aa memperagakan kepala menghadap kanan), Assalamualaikum wr.wb (kepala ke kiri), langsung pegang hape. Itu yang menuhankan Twitter, menuhankan SMS, BBM. Ada tuh yang kayak gitu. Sampai-sampai pas menjelang iqomat aja masih ada yang sempet. Ceritanya pura-pura matiin handphone. Padahal nggak ada handphone, nggak ada BlackBerry, nggak ada Android, beres-beres aja dunia ini ya? Benar?

Beli Sesuatu yang Tidak Mengotori Hati
Di pesantren sekarang sedang dibudayakan bersepeda. Sepeda macem-macem (harganya), dari yang mulai Rp 900 ribu sampe ke yang puluhan juta. Sampai ada klub sepeda yang harga sepedanya Rp.30 juta, 40 juta. Tapi toh yang penting bersepedanya, bukan harga sepedanya. Iya kan? Bisa jadi riya. Saya bukan mengatakan yang punya sepeda dengan harga segitu riya ya karena yang bagus tuh yang… bagus aja. Iya? (jamaah tertawa). Tapi belum tentu nih (Aa menunjuk ke hati), akan enak mengendarakannya. Bisa ujub, bisa riya, bisa yang ngeliat yang lain nganggep remeh. “Aaah... sepeda kampungan”. Padahal (sepeda) yang dari kampung lebih kuat. Yang gaya (bersepedanya) banyak juga belum tentu kuat bersepeda.

Kita suka pengen beli yang bagus, tapi suka jadi kotor hati kita, buat apa? Makanya, kalau mau beli sesuatu, belilah yang tidak mengotori hati. Sepakat, hadirin? Ukur, masing-masing beda. Dan kita nggak berhak menilai orang lain. Ngeliat mobil bagus, (sebel). Naaah, ini nih yang kotor hati. Udah nggak punya (mobil) lagi buruk sangka. Nggak ada urusan kita dengan ngeliat mobil orang, kekayaan orang. Lihat rumah-rumah bagus, udah nggak apa-apa. Udah rejeki masing-masing. Tapi ini kita ngukur, penting ini. Bisnis jangan sampai ngotorin hati. Rumah, harta, semuanya harus di bawah. Tidak boleh lebih kita bela, lebih kita pikirkan, lebih kita sukai, lebih kita banggakan, daripada Alloh, Rosul dan berjuang. Paham hadirin? Paham tidak, nih? Ini harus periksa betulan, nih.

Bungkus, Serahkan ke Alloh 
(Sambungan ayat) “… sampai Alloh Menimpakan keputusannya kepada kita.” Akan berat kalau Alloh mau ambil. Kalau kita terlalu cinta, terlukanya akan sangat dalam. Iya kan? Kalau kita megangnya kuat sekali (Aa meragakan tangan yang mengepal erat kabel mikrofon), padahal ini (misalnya) kawat berduri kalau kita pegang terus, ini (telapak tangan) lukanya sangat perih. Makin kita mencintai sesuatu selain Alloh, makin panjang penderitaannya. Harusnya, seperti tukang parkir. Diambil (mobil yang dijaganya) juga rela. Tidak ada tukang parker tersedu-sedu merasa kehilangan. Ya? “Kenapa, mang” “Hah… musibah, Cep” “Kenapa musibah?” “Itu mobil ada yang ngambil” “Siapa yang ngambil?” “Yang punyanya” Aaah… (itu) bukan musibah.

Tapi ini tidak gampang hadirin. Saya juga masih belajar. Nah, makanya periksa supaya nggak sakit, nggak perih, mulai sekarang dilonggakan di hati kita. Setuju? Yang sering ngelihat anak main sampai ada adzan tetap main, hati-hati nih. Yang segitu senengnya dengan cucu sampai lewat acara apa-apa karena cucu lagi-cucu lagi. Ini bisa ada masalah kalau Alloh mau Menimpakan sesuatu. Makanya kita harus serius, serius, serius, mulai periksa hati kita. Apa aja yang dominan di hati ini. “Lalu bagaimana A’ caranya?” Nah caranya dengan dibungkus, serahkan ke Alloh secepatnya. Makin telat ngebungkusnya, makin telat menyerahkannya, makin  panjang pedihnya.

Baik Menurut Kita, Belum Tentu Baik Menurut Alloh
(Ada) musim mutasi di kantor. Kalo kita mikirin jabatan, mikirin karir, capek! Bungkus… “Di kantor ada mutasi” “Mutasi atau mutilasi?” “Oh, gapapa” Kalo di kantor musim mutilasi itu beda urusannya ya (jamaah tertawa). “Ya Alloh, hanya Engkau yang Tahu kekuatan iman saya, keilmuan saya, kesanggupan saya mempertanggungjawabkan. Silahkan tempatkan (saya) di manapun yang Engkau ridho. Saya emang nggak mau milih selain apa yang Engkau pilih. Yang penting Engkau ridho.” Enak nggak? “Sodara nggak bisa jadi wakil direktur (karena) nggak kepilih. Sodara kepilihnya jadi direktur utama.” Gimana? Asal Alloh ridho, nggak papa. Perlukah kita kasak-kusuk? Tidak, kecuali kita berambisi kalo amar ma’ruf nahi mungkar. Misalkan di sebuah kota, calon walikota yang pertama koruptor, jelas. Calon yang kedua, gengter. Calon yang ketiga baik, hanya bloon (jamaah tertawa). Yang yang di belakangnya (back up mereka) adalah gangster dan koruptor. Saya anjurkan sodara maju saja. Kalau punya kemampuan jadi kandidat. Bukan (untuk) pengen jadi walikota, tapi ingin agar kotanya tidak dipimpin oleh orang yang menyesatkan. Gitu… bukan ingin jabatannya, tapi ingin kebaikan. Itu mah bukan ambisi jabatan.

Perlukah kita mikirin karir? Kalo sodara tentara sekarang pengen jadi jendral. Aaah… nggak usahlah, nggak usah mikirin itu. Jadi tentara soleh aja. Nggak mungkin semuanya jadi jendral. Bener? Kalo tentara jendral semua, repot… susah apelnya. Apalagi (kalau lagi) perang, “Serbuuu…” gimana kita sesama jendral masa’ nyuruh. Oleh karena itu sodaraku sekalian, bungkus… serahkan ke Alloh. Setuju? Yang paling tahu yang terbaik kan Alloh. “Boleh jadi engkau tidak suka, padahal baik menurut Alloh bagimu. Boleh jadi engkau suka, padahal buruk menurut Alloh.” “Alloh Maha Tahu, kalian tidak tahu”. Al Baqoroh: 216. Ini gampang ngomongnya ya tapi dalam prakteknya, kita selalu bertahan dengan apa yang kita sukai. Padahal pasti kalo Alloh milih yang terbaik itu, pasti baik. Terbaik menurut kita belum tentu terbaik menurut Alloh. Dan kita teh tidak tahu besok lusa takdir kita kayak apa, iya kan?

Saya juga nggak tahu ini episode apa lagi yang akan saya jalanin. Dulu saya nggak pernah nyangka bakal ceramah kayak gini. Udah ceramah, nggak pernah nyangka. Jadi bulan-bulanan beberapa babak, sampe babak belur. Udah babak belur, nggak nyangka Istiqlal bakal penuh lagi kayak gini, ya? Bener-bener nggak tahu ini takdir di depan saya kayak apa. Tapi yang paling penting mah kita jadi deket sama Alloh! Titik! Takdir apapun yang ada di depan kita cuma satu aja. Yang paling penting kita jadi mencintai Allah di atas segalanya. Baru bahagia. Cinta popularitas, nggak baik. Ini baru aja tadi malem, udah masuk tivi lagi. Ini tadinya Istiqlal mau masuk tivi. Tapi dipikir-pikir, mau apa ke tivi lagi, iya nggak? Buat apa kita beli acara ratusan juta, (karena) banyak yang perlu uangnya. Udahlah, pasti ada waktunya dan ada juga jalannya. Kadang-kadang kebayang seperti dulu, dikenal, populer. Pasti ada godaannya, diem juga ada godaannya. Tapi bener-bener harus kita periksa. Caranya dengan bungkus. “Ya Alloh, Engkaulah yang Maha Tahu kadar keimanan saya. Baik menurutMu, silahkan. Nggak baik, jangan.”

Menjelang nikah. “Ini teh cocok. Bungkus…  calon itu. Nggak usah dibungkus betulan (jamaah tertawa). “Ya Alloh, aih menurut saya sih cocok banget. Engkau juga tahu banget (kalo) saya pengen banget. Saya pasrah kepadaMu. Tapi kalo bisa dijodohkan…” (jamaah tertawa). “Saya pasrah… cuma Engkau dibalik semua ini sebenernya pengen jodoh. Aaah… Engkau juga ngerti lah. Saya juga bisa kayak gini karena manusia normal. Tolong ya, Rabb.” Udah, fokus aja sekarang, bebaskan dari kemusyrikan. Si calonnya jangan diingetin, jangan diinget-inget. Potretnya (foto) di-delete. Belum tau sengsaranya ya punya pasangan yang manis: stres. Kalo isterinya cakep banget, suaminya kurang. Pas pergi ke mana-mana, “Itu sopir kamu suruh masuk” (jamaah tertawa). Belum cemburunya, belum tersiksanya, kalo tidakk ngepas di hati. Iya, kan? Cemburu teh penderitaan sekali itu. Ayo, bungkus ke Alloh.

Rumah mau dijual. Udah nggak papa. Kalo kira-kira rumah ini bikin riya terus. Over head-nya melampaui sedekah. Ya? Pindah ke (rumah) yang lebih sederhana. Yang penting mengepas. Setuju, hadirin? Bungkus… sing lama yang sujud. “Ya Alloh…” sing lama tahajjud, “Ya Alloh…. Saya pasrahkan”. Alloh Tahu, kita ingin, kita takut. “Saya ingin lepas… bersandar, berharap, pada yang lain. Hanya Engkau saja ya, Alloh.” Insya Alloh, Alloh beri yang terbaik. Kita harus siap nih di depan kita, nggak tahu takdir apa saja yang terjadi. Bener? Bener? Kenapa jadi tegang dari sekarang? (jamaah tertawa). Apalagi pohon, kalo makin tinggi anginnya makin kenceng.

Doakan Aa ya? Halo? Sodara suka ngedodain, nggak? Tapi bagusnya sodara jangan hanya dateng, ngedengerin, ya? Ini nggak gampang sekarang. Diuji lagi, masuk tivi lagi. Haduh… udah pengalaman dulu kayak apa deketnya dengan kemunafikan, kemaksiatan. Bedanya omongan dengan kelakuan. Bedanya mulut dengan hati. Ini kan celaka. Merasakan manisnya pujian, penghormatan, diagungkan orang. kalo orang biasa punya sejuta, cukup. Tiba-tiba dapet 10 juta, sekarang kasih sejuta, nggak pernah cukup. Padahal dulu cukup dia. Benar? Begitu orang belum dipuji, suatu saja diuji dengan pujian, mau turun (balik ke posisi awal) teh susah… Dulu bisnisnya sederhana, gampang. Thawadu dengan bisnis kecil-kecilan. (Sekarang) bisnis meningkat, hebat, untuk jadi rendah hati kayak dulu tuh nggak gampang. Karena dia udah jadi bos (mau) turun tuh susah… susah! Kalo nggak dengan mujahadah, serius. Kalo dulu belum populer, biasa. Tapi udah terkenal, beda. Pengen diperlakukan khusus.

Sodara tahu salah satu kunci thawadu apa? Kalo kita ketemu orang. misalkan kita atasan, lalu merasa “Saya atasan”. Itu (akan) susah merunduknya, tuh. “Saya Ustadz” atau “Saya guru”. Itu mau merunduknya susah. Hadirin, harus hati-hati sekali ini. Bagi yang sudah diberi pangkat, gelar, jabatan, popularitas, kedudukan, itu butuh merunduk, mujahadah. Nah, tapi harus kalo mau bahagia. Karena kalo enggak, kemakan ini suniawi di hati kita. Punya persoalan juga jangan lama-lama lah. Biasanya kita kalo punya persoalan, teruuus… didramatisir, dipertegang. Ujungnya kita itu sengsaranya, persoalannya belum jadi karena baru kira-kira, menderitanya dari sekarang. Persis seperti yang mau pensiun. Iya? Pensiunnya belum, sengsaranya dari sekarang. Padahal sebulan sebelum pensiun, meninggal (jamaah tertawa). Tapi sudah naluri kita kalo ada apa-apa. Kuncinya adalah qolu inna lillahi wa inna ilaihi roji'un, ulaa-ika 'alayhim shalawaatun min rabbihim warahmatun waulaa-ika humu almuhtaduuna. Surat Al Baqarah ayat 156-157.

Sekeliling Kita Adalah Kekuasaan Alloh
Nah, hadirin. Saya mohon maaf kalau pengajian kali ini sederhana saja. Ya? Satu, latihan membungkus secepatnya dan dipasrahkan ke Alloh. Alloh tahu kita punya keinginan, udah jelas lah ya. “Dan Kami Mengetahui apa yang dibisikkan di lubuk hati yang paling dalam.” Alloh Tahu kita pengen ini pengen itu. Tapi sudahlah, tidak penting lah. Yang paling penting kita dapat yang terbaik menurut Alloh. Sepakat, hadirin?

Yang kedua, kalau sudah dipasrahkan, mending terus diisi ajalah dengan zikir. Jadi jangan diam aja. Harusnya yang paling susah dalam hidup ini adalah lupa kepada Alloh. Kalo kita yang paling susah apa? Bu? (Aa menengok ke barisan jamaah akhwat) inget ke Alloh. Harusnya yang susah tuh lupa ke Alloh. “Harusnya” ya. Kenapa nyebut “harusnya”? Sebab yang ngomong ini juga masih berusaha. Ini perumpamaan sudah sering dikemukakan. Bukan promosi. “Mari kita zikir tentang Jepang”. Rada sering kita zikirnya nih. Caranya adalah ingatlah buatan Jepang. Jam tangan, liat jam tangan saya dulu nih (Aa melihat jam tangannya), Casio. Jepang bukan? Punya sodara apa? Seiko, Jepang lagi. Naik motor apa? Yamaha. Yang nyerempet (motor kita) tadi? Honda (jamaah tertawa). Jepang lagi. Itu yang lagi parkir? Kawasaki. Ayo, setel AC-nya, Nippondenso. Ambilin minum di kulkas. Sanyo. Jepang aja, terus. Hanya karena satu perkara: ingin lihat buatan Jepang. Coba lihat di jalan. Ini (buatan) Jepang, itu (buatan) Jepang. (jadi) Wirid tuh. Karena gara-gara satu perkara: ingin melihat buatan Jepang. Apalagi di Mekkah. Itu wirid bisa repot tuh. Ingin lihat buatan Cina. Tasbih (buatan) Cina, kopiah (buatan) Cina, sejadah (buatan) Cina. Cina, Cina, Cina, Cina (Aa memperagakan gaya jari berwirid), bisa wirid tuh. Hanya karena ingin lihat buatan Cina. Bagaimana kalau kita niatkan ingin lihat buatan Alloh? Bisa berhenti nggak wiridnya? Kumis, hidung… “Meong…” “Ya Alloh, kucing…” manis kucingnya, lucu, matanya bening. Kumisnya seperti itu, untung nggak seperti (kumis punya) kita ya? (jamaah tertawa). “kukuruyuk…” “Ya Alloh, suara ayam meni merdu gitu”. Udah inget telinga, buatan Alloh. Ayamnya buatan Alloh. “Arrrggghhh…” “Waah, anjing juga… Loh, kenapa ngejar? Oh, kurang olahraga”. Lihat taringnya… coba akalu taringnya terbuat dari plastik, kan kurang wibawa tuh anjing. Iya kan? (jamaah tertawa). Ya Alloh… Ya Alloh… Ya Alloh…

Kan kita baru inget Alloh tuh kalau lihat langit, “Oh, langit cipataan Alloh”. Lah ini yang diajak ngomong ciptaan siapa? (jamaah tertawa) “Waaah, itu awan ciptaan Alloh..” “Aih maneh ciptaan saha (Lah, kami ciptaan siapa- terj)?” (jamaah tertawa). Sodara seharusnya lihat saya, zikir. “Ini orang lucu banget ya. Bunyi terus” (ditujukan ke Aa maksudnya). Ciptaan Alloh, hadirin. Alloh yang ciptakan, benar? Sodara kemaren kompetisi robot, (Aa memperagakan gerakan robot yang kaku). Lihat robot nggak bisa apa-apa. “Meuni hese kitu (kelihatan susah gitu –terj), yah?” Lihat robot (yang) nggak bisa apa-apa, kita puji, nih, yang bikinnya (pembuat robotnya). Kenapa (saat) lihat yang bikinnya (kita) nggak muji Alloh. Bisa kentut, bisa nangis… Harusnya “Ya Alloh… Ya Alloh… Ya Alloh…” lihat pesawat kagum, kenapa lihat lalat nggak kagum? Kan lebih canggih. Tapi emang rada telmi sih kita mah. Telmi (telat mikir), telzik (telat zikir). Harusnya itu yang kita kerjakan. Yah?

Makanya mengagumkan orang yang segalanya dipikir, tuh. Harusnya segala dizikirin. Setuju nggak hadirin? Udahlah… Fadzkuruni Adzkurkum “Kalo kita inget ke Alloh, Alloh inget ke kita”. Sebetulnya kita nggak inget Alloh, Alloh juga inget ke kita. Ya, nggak? Kalo dicuekin mah, nggak dikasih nafas nih (sama Alloh) jamaah ini dua menit, udah kelepek aja semua (Aa menunjuk kea rah jamaah). (Kita) Diurus (sama Alloh) tiap malem. Makanya, zikir aja sekarang. Mau apa aja zikir… Masuk ke kamar mandi, “Ya Alloh, air Engkau siapkan… Bening… Masya Alloh…” Alloh siapkan sabun… “Hmmm, harum…” Tiba-tiba mules, “Hmmm, Ya Alloh Engkau buat saya mules sehingga bisa ngeluarin…” (jamaah tertawa). Iya kan? Itu karunia, loh. Ingin buang air tuh karunia. Coba kalo nggak diingetin, “Om, udah tuh, Om” “Oh udah…” Kan nggak enak, kan? (jamaah tertawa). Benar? Harus pakai pampers kita ke mana-mana, rada repot. Benar nggak hadirin?

Mau makan obat, “Hmmm ya Alloh… Maha suci Engkau. Ini Engkau yang menyembuhkan, wahai pemilik langit dan bumi, engkau ciptakan obat, bagi-bagi rejeki kepada dengan pabrik obat, toko obat. Obat (yang) mengobati. Engkau yang maha menyembuhkan. Bismillah ya, Alloh… Hanya Engkau yang Maha Mendengar.” Zikir…

Pas makan, “Hmmm ya, Alloh. Ini ikan dari mana, ibu ikan melahirkan dari kapan, salmonnya di mana, sekarang ke sini. Jauuuh. Berasnya berbulan-bulan yang lalu udah ditanam, diketam, diketik, ditumbuk, sekarang nyambung ke sini. Belom lagi garamnya dari mana…” Lihat makanan, tuh zikir. Itu lebih enak, tuh. Benar nggak hadirin?

Kalau bercermin, lihat ada keriput… “Gusti Alloh, udah tua. Biar, sesukanya yang punya (Alloh). Yang penting makin dewasa, makin sholeh, makin matang.” Nggak usah kecewa dengan tua. Ya? Emang mau bayi terus? Udah nggak papa. Zikir… zikir… 

Hujan, “Hmmm…. Air hujan… pasti sudah dihitung tetesannya sama Alloh.” Ke toko buah, “Hmmm… airnya (untuk menyiram pohonnya) sama, rasanya beda-beda. Harusnya kan bingung tuh pohon. Iya kan? Di sini jengkol, di sini duren. Airnya sama, kenapa bisa asem? Bisa manis? Jadi ngeliat pohon tuh, “Wah… saya kebagian nggak ya?” kuno ituh. Lihat pisang, “Ya Alloh ini bungkusnya…” (Aa memperagakan membuka kulit pisang), apalagi pisang ambon yang putih mulus. Lihat, bungkusnya rapi, kemasannya sempurna. “Aduh… enak…” Begitulah hadirin, ya? Saya penggemar pisang soalnya. Belum lagi salak. Itu bagaimana bungkus dalamnya. Zikir! Jadi nikmat! Lebih daripada makanannya. Sayang sekali kalo nggak jadi zikir apapun. Benar? Halo?

Kisah Orang Kaya yang Tak Pernah Bahagia
Ada seorang kaya punya rumah dan tanah yang luas. Sibuk mikirin rumah yang nggak (mau dia beli tapi mau dijual. Itu orang sombong bener, rumah kecil (tapi) nggak mau dijual.” Tanah seluas itu nggak dia nikmati gara-gara capek mikirin rumah yang kecil. Dia lihat, siapa sih isinya. Ternyata kakek-kakek di atas sajadah (sedang berdoa), “Alhamdulillah ya Alloh… Alhamdulillah ya Alloh…” Enak. Dengernya si orang kaya enak. “Aih si kakek, rumah kecil meuni bahagia. Saya rumah banyak nggak pernah bahagia. Tok, tok, tok. “Assalamualaikum” “Alhamdulillah ya Alloh… Waalaikumussalam Wr.Wb. Alhamdulillah ya Alloh…” Nikmat… “Eh, Kek, Alhamdulillah, Alhamdulillah terus. Kedengeran nggak (omongan saya)?” “Alhamdulillah…” “Kakek teh Alhamdulillah terus, kenapa?” “Bagaimana nggak syukur, dek. Saya ini lagi mensyukuri nikmat. Tiba-tiba ada yang mendoakan ‘Assalamualaikum’- Semoga Alloh memberi keselamatan, memberi rahmat, memberi keberkahan, Alhamdulillah… saya didoain orang.” Gitu tuh, ketika mendengar, “Alhamdulillah… ini telinga masih bisa mendengar…”

(kata si orang kaya): “Saya ngerti sekarang. Yang membuat saya sengsara bukan kurang harta tapi kurang syukur”. Pulang ke rumah, (dia berkata ke isterinya): “Ibu, saya tahu sekarang kenapa hidup saya nggak pernah bahagia. Kita teh nggak tahu syukur. Segala ada, tapi syukur nggak ada. Makanya yang ada penderitaan.” “Pak, itu rumah banyak. Ajak ke sini, Pak. Kasih rumah, beri makan, layani, biar bapak itu ibadah.” Bener, dateng lagi ke sana (ke tempat kakek). “Kek, Kakek sudah membuka mata hati saya. Pindah yuk, Kek. Saya siapkan rumah, saya siapkan makanan.” “Heh! Dasar orang nggak tahu diri! Pergi sana!” “Kakek teh gimana? Saya kan niat baik.” “Baik, baik apa? Rumah segede gini aja udah susah nyukurinnya, apalagi yang gede? Pergi!”

Hmmm… (kisah itu) jauh dengan kita. Iya nggak? Kita mah rumah yang ada nggak disyukurin, rumah orang dipikirin. Udah rumahnya mungil, yang dipikirin rumah yang gede. Peti tuh rumah kita. Nah, itulah hadirin. Kalo zikir tuh beda. Udah itu aja. Satu, bungkus dan ke dua penuhi dengan zikir kepada Alloh. Udahlah, zikir aja sepanjang waktu. Wazkurullaha Katsiran La'allakum Tuflihun “Berzikirlah sebanyak-banyaknya, niscaya engkau akan beruntung.” Terima kasih

Kajian Tauhiid bersama Aa Gym

Tidak ada komentar: