Senin, 15 September 2014

2,639 Views
Wisuda Akbar 5
Semua kawan-kawan buruh kalo mau jadi pengusaha, coba aja dimulai dengan berpikir dan bertindak, seperti pengusaha. Dalam hal keuangan. Banyak hati-hatinya. Kawan-kawan buruhnya baiknya ga punya pengeluaran yang sia-sia, ga penting, hemat, terutama soal kredit-kredit yang ga perlu atau belum terlalu perlu. Kredit rumah, mobil, biarpun itungannya murah, gadget-gadget keren, ga usah. Nambah beban. Rokok dan hepi-hepi yang perlu cost, ga usah. Ini dulu.
Andai punya sedikit manajemen keuangan, sama manajemen emosi diri yang cakep, sesungguhnya udah cukup nganter kawan-kawan buruh sebagai pengusaha. Menjadi seorang pengusaha adalah perjalanan. Namanya perjalanan, ya perlu dimulai. Coba mulai dari manajemen diri dan keuangan. Begitu saya tulis di Buku Semua Bisa Jadi Pengusaha (SBJP). Sengaja bukunya dimurahin, hanya 39rb, belum termasuk diskon. Maaf, bukan jualan. Saya tulis buku itu, supaya perjalanan seseorang menjadi seorang pengusaha, bener jalannya. Bener juga tujuan, dan visi misinya.
Kawan saya, seorang Cainis (baca: Chinese), beliau bilang, “Orang kayak elo mah susah emang buat kaya.” Begitu katanya kepada saya. Saya terima nasihatnya.
Saya tanya, “Kenapa kira-kira?”
Katanya, “Kalo elo elo mau duren, elo bisa makan berbiji-biji. Kalo perlu elo borong itu durennya plus kepala tuh tukang duren…”
“Kalo orang-orang kayak gue, kalo mau duren, cukup secolek dua colek aja. Kalo perlu, ditahan aja. Alihin kepengennya itu. Belum waktunya seneng.”
Itu di taon 1997. Saat saya gagal bayar hutang. Tentu sebabnya banyak. Tapi apa yang dibicarakan kawan Cainis saya itu, banyak benernya. Liat aja rumah-rumah kita. Barangkali kita bisa liat, betapa diri kita ga ada perencanaan keuangan dan manajemen diri. Jadi kadang persoalannya bukan duitnya itu ga cukup. Tapi gaya hidup udah kayak orang yang bakal naik gaji saban bulan dan pasti ada gaji. Sifat-sifatnya banyak yang berani dan sabar. Berani ngutang, sabar bayar, he he he. “Sabar ya Mas…” Begitu kalo ditagih, he he.
Nasihat kawan Cainis saya itu, harus dipahami sebagai nasihat yang membangun dan bisa dipahami sebagai sindiran yang bisa jadi emang bener untuk banyak pengeluaran. Jujur. Kenapa itu nasihat itu saya bisa begitu ingat? Revolusi berpikir, bertindak, banyak juga dipengaruhi nasihat kawan saya tsb, pasca ’97. Saya ga menyesali, habis itu saya babak belur, hancur lebur, hingga proses recovery-nya memakan waktu sampe 2006. Maka tebusan kawan-kawan, bukan hanya buruh, tapi kawan-kawan semua, bila salah memanajemeni diri dan keuangan, sungguh akan sangat fatal. Belum lagi sebab yang lain. Saya ga pernah ketemu lagi dengan kawan Cainis tersebut sejak ’97. Andai beliau ada di sini, saya senang sekali jika saya bisa ketemu lagi. Namanya: Anton.
Semoga bermanfaat ya.
Salam Hormat,
@Yusuf_Mansur

Tidak ada komentar: