Minggu, 28 September 2014

[ Dunia Tak Kenal Setia ]


28 Sep 2014 | 19:32
14119069961506339740 Keringat mengucur deras di muka laki-laki yang rambutnya telah memutih dipenuhi uban itu, tak terasa senja telah tiba, matahari telah bersiap untuk kembali ke peraduannya. Suara adzan magrib yang terdengar merdu dari masjid yang hanya berjarak 200 meter dari tempat ia mangkal seolah tidak berarti apa-apa, dia masih sibuk saja menghitung uang hasil tarikan becak sepedanya sepanjang hari ini sambil bersiap untuk pulang melepas lelah dan dahaga. Sudah hampir 15 tahun pria yang sudah memasuki usia senja itu berpropesi sebagai penarik becak di situ, tapi tidak sekalipun ia pernah menginjakkan kaki di masjid yang tak jauh dari tempat mangkalnya tersebut sekedar untuk mengikuti shalat berjamaah kecuali pada hari jum’at.
Ya, itu hanya sebuah gambaran kecil dari kerakusan manusia terhadap dunia, sehingga ia tidak sadar akan amanah besar yang sedang diembannya sebagai seorang hamba. Ialebih disibukkan dengan hayalan dan angan-angan yang terus merasuki hati bagai lautan luas tak bertepi, tidak peduli ombaknya yang bergelora, tak mengenal kata iba, melupakannya dari tujuan penciptaannya, “ibadah”. Memisahkannya dari cita-cita sesungguhnya, “surga”.
Begitulah dunia, membuat sebagian orang terkagum-kagum silau dengan kecantikan dan keindahannya. Yang kaya disibukkan oleh kekayaannya, dan yang miskin dilalaikan oleh kemiskinannya. Tidak sedikit manusia yang terlelap dibuai oleh nyanyian merdunya, membuat meraka merasa nyaman dan bahagia, padahal hakikatnya terkapar tak berdaya. Sadar atau tidak sadar, kebanyakan kita telah masuk ke dalam perangkap dunia.
Ironisnya, manusia sangat lemah dalam menghadapi dunia, selalu merasa kurang padahal orang lain belum tentu ada, merasa belum sempurna padahal semuanya serba tersedia. Pernahkah kita suatu hari melihat sebuah perahu kecil, robek layarnya, terombang-ambing dihantam gelombang lautan yang dengan mudah dapat membuatnya tenggelam ? Pernahkah kita memperhatikan sehelai daun yang kering setelah menguning berada di ujung ranting, dengan kelemahannya berusaha menghadang tiupan badai yang kapan pun bisa membuatnya gugur berjatuhan ? atau menyaksikan seekor burung yang lemah, patah sayapnya dikejar-kejar oleh binatang buas yang siap menerkamnya ? maka ketahuilah sesungguhnya seorang hamba terhadap godaan dunia tidak lebih kuat dari itu semua.
Namun walau pun demikian, tidak mustahil kita bisa selamat dari tipu daya dunia. Bukankah diantara tulang-tulang rusuk kita ada hati yang berdetak, di dalam kepala kita ada akal yang berfikir, dan di balik lapisan kulit kita ada darah yang berdesir, pergunakan itu semua untuk memahami dan merenungi hadist nabi SAW yang mulia ini,
“ Barangsiapa yang cita-citanya adalah akhirat, akan dijadikan kekayaannya berada di dalam hatinya, Allah satukan urusannya, dan dunia akan datang kepadanya mau tidak mau. Dan barangsiapa yang cita-citanya adalah dunia, Allah jadikan kemiskinan itu di depan matanya, Allah cerai-beraikan urusannya, dan tidak akan datang dunia kepadanya kecuali hanya sekedar yang telah ditakdirkan untuknya,”
Sungguh miris menatap dunia masa kini, mata kita tidak akan melihat kecuali sesuatu yang menyihirnya, telinga kita tidak akan mendengar kecuali sesuatu yang memekakkannya, anggota tubuh tidak akan merasakan kecuali sesuatu yang membuatnya tak berdaya, hati dimasuki oleh sesuatu yang penuh dengan fitnah, akal hanya menangkap sesuatu yang bisa menyesatkannya. Disinilah iman berbicara dan menjadi pembeda, benteng utama untuk keselamatan kita, makanannya adalah ibadah, dan yang membangkitkan nyalanya adalah ketaatan kepada sang pencipta. Mengarungi kehidupan dunia tanpa iman, sama saja berperang tanpa senjata.
Kehidupan akan terus berjalan, detik waktu tidak akan pernah peduli dengan jeritan manusia yang ditimpa sengsara, maupun tawa riang mereka yang bersuka cita. Banyak orang berlalu menjauhi masa dengan kepalsuan, hingga tersadar ternyata dia sudah berada di penghujung kehidupan. Disaat itu dia mulai berharap dan mencari-cari tangan lembut dunia yang telah susah payah ia dapatkan, tapi sayang seribu sayang, dunia tak kenal setia. Sesuatu yang telah menyita seluruh waktu dalam hidupnya pergi menjauh meninggalkannya. Sesuatu yang telah menguras habis tenaganya beranjak berlalu memusuhinya. Kini tulang-tulangnya telah melemah, kebahagiaan jiwa dan ketentraman hati yang didambakan tak kunjung datang, harta yang banyak dan gelar terhormat yang disandang tak kunjung memberi ketenangan, Sepanjang hidupnya hanya dihabiskan untuk menjadi budak bagi dunia, di atasnya dia hidup, untuknya dia berlari, perhatian, tekad dan impiannya hanya untuk menggapai dunia yang akhirnya hanya berpaling mengkhianatinya.
Kairo, 28 September 2014. Menjelang fajar..

Artikel : Irfan Muhammad

Tidak ada komentar: